Admin |

Benarkah Sejarah Qurban Ada Sejak Zaman Nabi Adam?


Kajian Ahad Pagi : Benarkah Sejarah Qurban Ada Sejak Zaman Nabi Adam?

Ahad, 5 Juni 2022

Pemateri: Ust. Sulaiman Rasyid

Ibadah Qurban sudah ada sejak dulu, bukan hanya di zaman Nabi Muhammad Saw.

Sejarah qurban adalah sejarah yang mundur sangat jauh, maka harus dikembalikan kepada apa yang difirmankan Allah dalam Al Qur’an dan dikabarkan oleh Nabi Muhammad.

Jadi kaum muslimin adalah keturunan Adam dan Adam adalah manusia yang Allah ciptakan. Dari tulang rusuk Adam, Allah ciptakan pasangannya yaitu Siti Hawa, yang ketika itu berdomisili di Surga. Ketika itu belum ada hisab amal, maka di sinilah menjadi perdebatan para ulama, di surga yang manakah mereka tinggal.

Surga menurut para ulama adalah surga yang kenikmatan surganya belum sempurna. Dan pendapat inilah yang lebih tepat.

Adanya larangan bagi kedua insan ini, yaitu larangan mendekati sebuah pohon. Mendekati saja tidak boleh apalagi memakan buahnya. Namun iblis membisikkan kepada Adam bahwa jika memakan buah itu akan menyebabkan keabadian di surga. Terlebih kepada Hawa yang dibisiki oleh syaiton, untuk mencicipi buah dari pohon tersebut.

Akhirnya mereka memakan buah dari pohon tersebut, dan menyebabkan mereka keluar dari surga.

Ketika mereka dikeluarkan dari surga, mereka diturunkan di Jabal Nur. Mengetahuinya bukanlah kewajiban.

Maka setelah mereka bertemu, Allah takdirkan Hawa hamil, dikabarkan hamil sebanyak 40 kali. Dan setiap kelahiran dari kehamilan tersebut, anaknya selalu kembar laki-laki dan perempuan, sampai seterusnya. Dan ketika itu tidak ada keluarga lain kecuali keluarga nabi Adam.

Maka Allah dengan kekuasaan-Nya memerintahkan untuk menikahkan mereka.

Qabil bersaudara dengan Iklimiyah

Habil bersaudara dengan Layyuda

Maka dinikahkan adik dengan kakak. Habil dinikahkan dengan Iklimiyah. Qabil dinikahkan dengan Layyuda. Sedangkan Iklimiyah adalah seorang perempuan yang cantik daripada Layyuda.

Mencari pasangan yang cantik atau ganteng adalah fitrah.

Maka Qabil yang tidak terima dengan keputusan dinikahkan dengan Layyuda. Maka difirmankan dalam QS. Ali Imran:

Jadi, karena masalah ini tidak selesai, maka Nabi Adam memerintahkan Habil dan Qabil untuk mempersembahkan qurban. Dan diantarkan ke bukit. Maka qurban mana yang diterima, maka dialah yang akan dinikahkan dengan yang cantik tadi.

Dan Qabil yang seorang petani, mengurbankan hasil taninya. Dan Qabil seorang peternak. Maka dia memberikan hewan yang baik. Maka ketika itu Allah turunkan api dari langit dan menyambar qurban Habil. Maka Habil berhak menikah dengan Iklimiyah. Namun, Qabil tidak terima, maka Qabil berkata akan membunuh Habil. Namun Habil tidak akan membalas, dan tidak akan melawan. Qabil yang sudah termakan emosi, dia tetap membunuh adiknya, Habil. Dia memukul kepala adiknya dengan batu sampai kepalanya pecah. Maka jadilah dia masuk neraka. Tapi Qabil kebingungan, ini adalah jenazah, dan kematian yang pertama. Maka dalam riwayat, dia menggotong jenazah adiknya dengan kebingungan. Ketika itu Allah mengirimkan burung jantan yang bertengkar memperebutkan burung betina. Dan yang satunya mati. Sehingga burung yang masih hidup menggali tanah dengan cakarnya, dan mendorong burung yang mati sampai ke lubang dan menguburnya. Jadilah Qabil mengerti cara menguburkan.

- Tidak Semua Qurban Diterima.

Suatu ketika Nabi Ibrahim dan anaknya, ketika membangun masjid, maka beliau berdoa “Rabbana Taqabbal Minna, Innaka Antassamii’ul ‘aliim.”

Maka kita harus lebih berhati-hati, jangan-jangan ada amal kita belum diterima.

Maka dalam beribadah, harus ada 3 unsur rasa yang ada:

1. Almahabbah: kecintaan

Kecintaan kepada Allah dan Rasul

2. Khauf: rasa takut dan khawatir

Takut kalau amalnya tidak diterima

3. Roja’ : berharap amalnya diterima, besar harapannya kepada Allah agar mendapat pahala

Taqwa yang menjadi landasan amal, hanya berharap kepada Allah. Maka ada amalan yang tidak diterima, dan ada yang diterima. Amalan yang dilakukan sama, namun belum tentu amalannya sama-sama diterima. Karena landasannya bukan taqwa.

Maka di sinilah pentingnya meluruskan niat dalam beramal.

Ada 4 jenis manusia dalam beramal:

1. Berniat mengamalkan yang baik, dan dikerjakan. Maka mendapat pahala yang sempurna.

2. Orang yang bertekad kuat beramal baik, namun tidak sempat beramal. Contohnya orang yang berangkat haji, namun qadarullah dia sakit dan wafat. Maka dicatat baginya pahala haji sempurna. Cuma berniat, namun mendapat pahala yang sama. Sebagaimana para sahabat yang tidak ikut berangkat perang, namun ada keinginan dalam hati mereka untuk ikut. Mereka yang tidak memiliki tunggangan, maka tidak diizinkan untuk ikut berperang.

3. Orang yang berniat sungguh-sungguh, untuk melakukan dosa namun dia tidak jadi mengerjakan. Namun perlu dilihat terlebih dahulu, tidak jadi melakukan dosa karena Allah atau karena ada manusia yang melihat. Jika karena Allah maka dia mendapat pahala yang sempurna. Namun jika karena dilihat manusia maka dia mendapat dosa sempurna.

4. Orang yang bertekad melakukan dosa dan benar-benar melakukannya.

Dampak dari dosa, bisa kena orang lain. Contohnya pezina, LGBT, dsb. Karena jika Allah sudah menimpakan azab, maka satu desa terkena semua.

Maka ketika Allah memasukkan hamba-Nya ke surga itu bukan karena amal hamba hamba-Nya, tapi karena Rahmat dari Allah. Bahkan nabi pun masuk surga karena Rahmat Allah. Ketika Allah mengazab seorang hamba karena dosa si hamba, karena Allah tidak akan berbuat dzolim pada hamba-Nya.

Maka kemudian sang kakak memperturutkan syahwatnya yaitu membunuh sang adik, menjadikan itulah pertumpahan darah yang pertama di bumi.

Maka Rasul bersabda; siapa yang mencontohkan atau melakukan dosa pertama kali dan setelahnya ada orang yang mengikuti dosa tersebut, maka dia akan mendapat dosa sebanyak orang yang mengikuti dan melakukan dosa tersebut.

Berarti Qabil yang mencontohkan pembunuhan, maka setiap orang yang melakukan pembunuhan setelah itu, maka Qabil mendapat dosa pembunuhan.

Pertanyaan:

1. Terkait pahala dan dosa, bagaimana jika seorang ayah (lalai atau sengaja atau tidak) tidak memberikan nafkah (harta dan perhatian) kepada anak dan istri. Sedangkan istrinya memiliki kekuatan harta. Pada akhirnya, terjadilah perceraian. Bahkan setelah itu, perhatian seorang ayah tidak diberikan juga. Sampai pada suatu saat, ayah tersebut mengatakan dia punya harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, namun hanya untuk pendidikan, atau sebagian dari kebutuhan yang lain (tidak secara penuh).

Bagaimana sikap istrinya agar tetap bisa mendapatkan pahalanya sampai surga? Bagaimana dosa yang ditanggung ayahnya ini?

Jawaban:

Setelah menikah, barulah laki-laki yang bertanggung jawab itulah yang dibutuhkan. Masalah muncul jika masing-masing (laki-laki atau perempuan) sudah keluar dari fitrahnya. Laki-laki dilihat bukan dari ototnya, namun dilihat dari bagaimana dia mengambil tanggungjawabnya. Laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab maka dia mendapat dosa besar. Misal menelantarkan istrinya, anaknya. Dalam Islam, ketika orang tua bercerai maka ayah tetap memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada anaknya sampai anaknya selesai menikah, dan tetap wajib menafkahi istri sampai istrinya ini menikah lagi dengan laki-laki lain.

Lalu bagaimana jika istri yang akhirnya banting tulang untuk mencari nafkah? Maka semoga Allah lipat gandakan pahala untuknya, dan Allah mudahkan setiap urusannya.

Jika si ayah hanya memberi nafkah hanya sebagian, misal hanya soal pendidikan, maka dia tetap berdosa.

Full VIdeo : https://www.youtube.com/watch?v=nw3zHKI5kDk&t=2039s



Informasi


Follow Us


© 2023 Corps Dakwah Masjid Syuhada | Template by izza wildan